Mengenal Plasma Darah: Peran Penting Trombosit dalam Penanganan Kasus DBD Berat

Demam Berdarah Dengue (DBD) adalah penyakit yang memerlukan penanganan serius, terutama saat pasien memasuki masa kritis. Dalam konteks penanganan ini, seringkali kita mendengar istilah seperti trombosit rendah dan kebocoran plasma. Untuk memahami mekanisme penyakit ini, kita perlu Mengenal Plasma Darah dan komponen seluler di dalamnya, khususnya trombosit. Plasma darah adalah bagian cair dari darah yang berfungsi membawa protein, faktor pembekuan, dan sel darah ke seluruh tubuh. Sementara itu, trombosit, atau keping darah, adalah komponen seluler yang bertanggung jawab utama dalam proses pembekuan darah dan menjaga integritas pembuluh darah.

Pada kasus DBD, virus Dengue tidak hanya menyerang sistem kekebalan tubuh, tetapi juga menyebabkan kerusakan pada pembuluh darah halus. Kerusakan ini memicu dua masalah utama yang mengancam jiwa: pertama, penurunan drastis jumlah trombosit (trombositopenia), dan kedua, kebocoran plasma (plasma leakage). Penurunan trombosit membuat darah sulit membeku, meningkatkan risiko perdarahan internal atau eksternal yang masif. Sedangkan kebocoran plasma terjadi ketika cairan Plasma Darah merembes keluar dari pembuluh darah ke jaringan sekitar, menyebabkan kekurangan cairan di dalam pembuluh darah (hipovolemia) dan berpotensi memicu syok (Dengue Shock Syndrome).

Masa kritis DBD, yang umumnya terjadi pada hari ke-3 hingga ke-7 setelah demam turun, adalah momen di mana kedua kondisi ini berada pada puncaknya. Petugas medis di unit perawatan intensif (ICU) di rumah sakit memantau ketat nilai hematokrit (kekentalan darah) dan jumlah trombosit pasien setiap jam. Jika kebocoran plasma berlanjut, hematokrit akan meningkat drastis. Penanganan utama untuk mengatasi kebocoran Mengenal Plasma Darah adalah dengan memberikan cairan intravena (infus) secara agresif, tetapi terkontrol, untuk menggantikan volume cairan yang hilang dan mencegah syok.

Lalu, bagaimana dengan trombosit? Meskipun penurunan trombosit merupakan tanda khas DBD, transfusi trombosit tidak selalu diperlukan. Berdasarkan pedoman penanganan klinis, transfusi trombosit umumnya hanya diberikan jika jumlahnya sangat rendah (biasanya di bawah $10.000/\mu\text{L}$) DAN pasien menunjukkan tanda-tanda perdarahan aktif yang signifikan, seperti perdarahan gusi masif atau perdarahan saluran cerna. Keputusan untuk melakukan transfusi harus diambil dengan sangat hati-hati oleh dokter penanggung jawab pasien (DPJP) setelah mempertimbangkan kondisi klinis pasien, bukan hanya berdasarkan angka trombosit semata. Misalnya, pada konferensi medis kasus DBD berat yang diadakan pada tanggal 8 Agustus 2026, tim dokter menekankan bahwa trombositopenia tanpa perdarahan nyata seringkali tidak memerlukan transfusi. Kesimpulannya, dalam penanganan DBD berat, fokus utama adalah mengatasi kebocoran plasma melalui rehidrasi cairan yang ketat, sementara transfusi trombosit merupakan tindakan intervensi spesifik jika terjadi perdarahan berat.