Bagi penderita Cystic Fibrosis (CF), kehidupan adalah sebuah pertarungan terus-menerus melawan lendir tebal yang menghambat fungsi normal paru-paru. Manajemen Risiko Infeksi paru berulang menjadi pilar utama dalam pengobatan CF, sebab infeksi bakteri kronis dan berulang inilah yang menyebabkan kerusakan progresif pada paru-paru dan pada akhirnya mengancam jiwa. Sifat genetik penyakit yang menghasilkan lendir lengket menciptakan lingkungan ideal bagi bakteri untuk berkolonisasi dan berkembang biak, membuat paru-paru pasien CF sangat rentan. Oleh karena itu, strategi Manajemen Risiko Infeksi harus dilakukan secara disiplin dan seumur hidup.
Strategi utama dalam Manajemen Risiko Infeksi adalah membersihkan lendir secara rutin agar tidak menjadi sarang bakteri. Teknik ini disebut Airway Clearance Therapy (ACT) atau terapi pembersihan jalan napas. ACT harus dilakukan beberapa kali sehari, setiap hari, tanpa kecuali. Contohnya, di Klinik Cystic Fibrosis RS Anak Harapan Bunda, semua pasien diwajibkan menjalani fisioterapi dada (ACT) selama 30-60 menit setiap pagi dan sore. Program ini diawasi oleh terapis pernapasan bersertifikat, yang mencatat perkembangan pasien dalam buku log harian, terhitung sejak 1 Januari 2026. Kepatuhan yang ketat terhadap rutinitas ACT ini adalah kunci untuk mengurangi lendir, sehingga meminimalkan peluang bakteri menempel dan menyebabkan infeksi serius.
Selain pembersihan rutin, Manajemen Risiko Infeksi juga mencakup penggunaan antibiotik preventif dan agresif. Ketika kolonisasi bakteri yang sulit diberantas seperti Pseudomonas aeruginosa terdeteksi, dokter biasanya meresepkan antibiotik hirup jangka panjang (seperti Tobramycin atau Aztreonam) untuk menekan pertumbuhan bakteri di paru-paru. Jika pasien mengalami eksaserbasi akut (infeksi yang memburuk, ditandai dengan demam tinggi, peningkatan batuk, dan penurunan fungsi paru), pasien harus segera dirawat inap. Misalnya, pada kasus eksaserbasi yang terjadi pada pasien berusia 15 tahun di RSUD Sehat Sentosa pada hari Minggu, 27 April 2025, dokter harus memberikan antibiotik intravena (IV) dosis tinggi selama minimal 14 hari. Tindakan agresif ini penting untuk memberantas bakteri sebelum kerusakan permanen lebih lanjut terjadi.
Manajemen Risiko Infeksi juga memerlukan langkah-langkah pencegahan silang di lingkungan sosial. Karena pasien CF sangat rentan terhadap infeksi paru, mereka diwajibkan menjaga jarak minimal dua meter dari pasien CF lain, terutama di klinik atau rumah sakit, untuk menghindari penyebaran bakteri yang resisten. Pasien juga harus sangat berhati-hati dalam menghindari sumber infeksi umum, seperti influenza atau COVID-19, dengan melakukan vaksinasi tahunan yang disarankan. Melalui Manajemen Risiko Infeksi yang ketat ini, harapan hidup pasien CF terus meningkat, memungkinkan mereka untuk memiliki kualitas hidup yang lebih baik, meskipun harus menghadapi penyakit genetik ini dalam sebuah “pertarungan seumur hidup.”