Komplikasi pada ekstremitas bawah atau yang populer disebut Kaki Diabetes (diabetic foot) adalah salah satu ancaman paling serius dan menjadi penyebab utama amputasi non-traumatik di seluruh dunia. Kondisi ini timbul akibat kerusakan saraf (neuropati) dan penurunan aliran darah (penyakit arteri perifer) yang dipicu oleh kadar gula darah tinggi yang tidak terkontrol dalam jangka waktu lama. Kegagalan mengenali gejala awal Kaki Diabetes dapat berakibat fatal, mulai dari ulkus (luka terbuka) kronis, infeksi yang meluas, hingga keharusan menjalani amputasi. Oleh karena itu, edukasi dan pencegahan adalah kunci untuk menyelamatkan anggota gerak penderita diabetes.
Gejala awal Kaki Diabetes seringkali luput dari perhatian karena bersifat samar. Tanda pertama yang umum terjadi adalah neuropati perifer, yang membuat penderita kehilangan sensasi rasa sakit, suhu, atau tekanan di kaki. Gejala ini bisa berupa rasa kebas, kesemutan yang menjalar (terutama di malam hari), atau sensasi seperti terbakar. Karena hilangnya sensasi ini, luka kecil akibat gesekan sepatu yang sempit atau tertusuk benda tajam tidak disadari hingga infeksi berkembang. Di Klinik Endokrin Rumah Sakit Mitra Sehat, Perawat Spesialis Luka, Ns. Rina Amelia, S.Kep., Ns., mencatat bahwa per 30 September 2025, dari total pasien ulkus kaki yang datang, sebanyak 80% mengaku tidak menyadari adanya luka dalam waktu 48 jam pertama.
Strategi pencegahan amputasi berfokus pada kontrol gula darah dan perawatan kaki yang sangat disiplin. Kontrol gula darah yang ketat dapat memperlambat perkembangan neuropati dan penyakit arteri. Selain itu, pemeriksaan kaki harian adalah keharusan. Pasien perlu memeriksa seluruh permukaan kaki, termasuk sela-sela jari dan telapak, menggunakan cermin atau bantuan anggota keluarga. Di Puskesmas Maju Jaya, program edukasi mingguan mengenai Kaki Diabetes diselenggarakan setiap hari Kamis pukul 10.00 hingga 11.30 WIB. Dalam sesi ini, pasien diajarkan cara memotong kuku yang benar (lurus, tidak melengkung) dan pentingnya menggunakan pelembap (namun tidak di sela jari) untuk mencegah kulit pecah-pecah.
Jika luka telanjur terjadi, penanganan medis yang cepat dan tepat sangat diperlukan. Luka pada penderita diabetes, bahkan sekecil apa pun, memiliki risiko infeksi yang tinggi karena sistem imun yang terganggu dan sirkulasi darah yang buruk. Dokter Spesialis Bedah Vaskular, Dr. Herman Susanto, Sp.B., K-V, menyatakan bahwa intervensi untuk memperbaiki aliran darah, seperti angioplasti, harus dipertimbangkan jika ulkus tidak membaik setelah 4 minggu pengobatan standar. Intervensi vaskular yang cepat terbukti dapat mengurangi tingkat amputasi mayor hingga 50%. Disiplin diri, pemeriksaan kaki teratur, dan respons cepat terhadap luka adalah benteng pertahanan utama untuk mencegah ulkus dan komplikasi fatal akibat Kaki Diabetes.